
Tanjungpinang, mejaredaksi – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri melakukan restorative justice (RJ), terhadap tiga kasus yang ditangani oleh Kejari Natuna dan Karimun.
Untuk Kejari Natuna terdapat dua kasus, yang diselesaikan secara RJ, yakni tersangka Rezky Fadillah, dalam perkara Tindak Pidana Pencurian yang melanggar Primair Pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHP Subsidair Pasal 362 KUHP.
Lalu ada tersangka Eep Rukanda dalam perkara Tindak Pidana Penganiayaan yang melanggar Pasal 351 Ayat (2) KUHP atau Pasal 351 Ayat (1).
Sementara Kejaksaan Karimun, yaitu kasus tersangka Al-fazri alias Ari, dalam perkara Tindak Pidana Kekerasan Penghapusan Rumah Tangga yang melanggar Pasal 44 Ayat (1) dan Ayat (4) UU No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT.
Kasi Penerangan Hukum Kejati Kepri, Denny Anteng Prakoso mengatakan, Plh. Wakil Kajati Kepri Tengku Firdaus, bersama Kajari Natuna dan Karimun telah melaksanakan expose atau gelar perkara dihadapan jajaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Fadil Zumhana, dan Direktur Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (OHARDA) Nanang Ibrahim Soleh.
Melalui pertemuan virtual, Wakajati Kepri mengajukan tiga perkara tersebut, untuk dimohonkan Penghentian Penuntutan. Pengajuan tersebut juga diterima Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI
“Dengan alasan telah dilaksanakannya proses perdamaian, dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf,” ujar Denny, Kamis (30/11).
Kemudian pertimbangan lainnya, yaitu tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun.
Lalu, kesepakatan perdamaian dilaksanakan tanpa syarat dimana ke dua belah pihak sudah saling memaafkan dan Tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan korban tidak ingin perkaranya dilanjutkan ke persidangan, pertimbangan Sosiologis dan masyarakat merespon positif Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Menurut ketentuan Kepala Kejaksaan Negeri Natuna dan Karimun harus segera memproses penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2), yang berdasarkan keadilan Restoratif Justice.
“Sebagai perwujudan kepastian hukum dan kemanfaatan hukum, sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif,” pungkasnya.
Penulis: Ismail
Editor: Syaiful