Batam, mejaredaksi – Wakil Gubernur Kepulauan Riau, Nyanyang Haris Pratamura, menghadiri pertemuan silaturahmi dan koordinasi yang digelar Sekretariat Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (DK BPBP) Bintan-Karimun di Gedung Graha Kepri, Batam, Selasa (25/2/2025).
Pertemuan ini bertujuan memperkuat sinergi dengan pemerintahan baru serta membahas berbagai kendala dalam pengelolaan Free Trade Zone (FTZ) di Bintan, Tanjungpinang, dan Karimun.
Dalam pertemuan tersebut, Kepala BP Tanjung Balai Karimun Faisal Riza, Kepala BP Bintan Farid Irfan Siddik, dan Kepala BP Tanjungpinang Coki Wijaya Saputra memaparkan berbagai tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan FTZ.
Mereka menyoroti ketidakjelasan status kelembagaan Badan Pengusahaan (BP) yang menghambat operasional, serta tumpang tindih kewenangan antara pemerintah pusat, daerah, dan BP yang memperumit birokrasi.
“Kami kesulitan dalam memungut pendapatan dari aktivitas ekonomi di kawasan FTZ. Kurangnya infrastruktur pendukung serta regulasi dan insentif investasi yang kurang menarik bagi investor menjadi tantangan besar,” ujar Faisal Riza.
Para pimpinan BP mendesak pemerintah pusat segera menerbitkan Keputusan Presiden (Kepres) guna memperkuat landasan hukum BP agar pengelolaan FTZ lebih efektif sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2021.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Gubernur Nyanyang Haris Pratamura menegaskan komitmennya untuk menyampaikan aspirasi ini kepada Gubernur Kepri, Ansar Ahmad, selaku Ketua Dewan Kawasan.
“Kami akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator dan instansi terkait untuk mempercepat penyelesaian masalah ini. Surat resmi akan kami kirimkan ke Kemenko agar legal standing segera diselesaikan. Kepri butuh investasi menyeluruh, bukan hanya di Batam, tetapi juga di Bintan, Tanjungpinang, dan Karimun,” tegas Nyanyang.
Ia juga menyoroti persaingan dengan Singapore Economic Zone dan Iskandar Economic Zone di Johor, Malaysia, yang lebih siap dalam menarik investasi. Menurutnya, Kepri harus bergerak cepat agar FTZ lebih kompetitif.
“Target investasi di Kepri pada 2025 cukup ambisius, yaitu Rp7–15 triliun per semester. Namun, realisasi investasi di kawasan FTZ masih terhambat akibat belum tuntasnya legal standing kelembagaan BP,” tambahnya.
Dengan kepastian hukum yang jelas, BP Bintan, BP Tanjungpinang, dan BP Tanjung Balai Karimun diharapkan dapat beroperasi lebih optimal, seperti BP Batam yang telah menunjukkan kinerja baik dalam menarik investasi.
Pertemuan ini diharapkan menjadi langkah awal untuk mempercepat pengembangan FTZ dan meningkatkan investasi di Kepulauan Riau.(Adv)
Editor: Andri












