Uji Kesabaran Level Empat Ketika Mabit di Mina

Feature124 Dilihat

 

Para jemaah haji menuju tenda-tenda yang ada di Mina, Arab Saudi pada musim haji 2023 / 1444 H. (Foto: Andri)

Saat melaksanakan mabit atau bermalam di Mina dibutuhkan ekstra kesabaran. Menurut saya: ini ujian kesabaran level empat.

Seibarat makanan yang disajikan atau dijajakan dengan beberapa tingkatan rasa pedas, mabit di Mina berada di level empat. Sangat pedas.

Banyak hal-hal yang bisa saja membuat rasa sabar tidak terkontrol. Sewaktu-waktu dapat meledak. Astaghfirullah!!

Wukuf di Arafah dan mabit di Mina cukup menyita energi. Terlebih kami yang tergabung dalam kloter akhir.

Sebelum melaksanakan wukuf, jemaah tergabung dalam kloter akhir sudah menguras cukup banyak tenaga.

Kami yang tergabung dalam kloter BTH 32 (embarkasi Batam) tiba di Mekkah pada 23 Juni 2023.

Untuk sampai di hotel di Mekkah saja kami merasa sudah cukup lelah. Dua hari sebelumnya kami sudah mulai menjalani sejumlah rangkaian kegiatan. Mulai dari pemantapan manasik di Asrama Haji, hingga melakukan perjalanan udara dari Batam ke Bandara Internasional King Abdulaziz (KAIA) di Jeddah.

Sembilan jam penerbangan ditambah sekitar tiga jam perjalanan darat cukup menyita tenaga.

Baru beberapa jam beristirahat di hotel, kami sudah harus langsung melaksanakan umroh wajib.

Rangkaian kegiatan mulai dari keberangkatan hingga umroh wajib ini terhitung setidaknya 36 jam kami beraktivitas. Cukup melelahkan. Istirahat kurang, tidur tak lelap.

Tenaga belum betul-betul pulih, kami sudah harus menjalani rangkaian puncak haji: wukuf di Arafah, lalu mabit di Muzdalifah. Di sini tenaga dikuras lagi.

Setelah melewati rangkaian kegiatan wajib itu, barulah seluruh jemaah melaksanakan mabit di Mina.

Di sini, para jemaah ditempatkan di ribuan tenda yang terhampar di delapan kilo meter.

Kami di Kloter 32 ditempatkan di maktab 72, bersama jemaah dari sejumlah daerah Indonesia lainnya. Di antaranya Jawa Tengah dan DKI.

Suasana bagian dalam tenda di Mina. Rapatnya tempat tidur mengakibatkan jemaah sulit bergerak ketika berada di dalam tenda. (Foto: Andri)

Dapat dibayangkan betapa padatnya suasana di tenda yang akan ditempati selama tiga malam itu (11, 12, sampai 13 Dzulhijjah).

Tapi bukan rangkaian ibadahnya saja yang membuat lelah. Itu relatif. Lelah lebih disebabkan berkecamuknya suasana hati.

Fasilitas di tenda yang ada di Mina yang membuat lelah. Terlebih saya yang membawa ibu.

Terbatasnya ruang tenda membuat ibu saya sulit bergerak. Tidak hanya itu, rasa kesal terlebih saat akan membuang hajat. Jumlah toilet sangat terbatas.

Para jemaah haji mengantre di WC di tenda yang ada di Mina. antrean di toilet tidak pernah sepi. Bahkan ketika malam hari. (Foto: Andri)

Kondisi ini mengakibatkan antrean di toilet tidak pernah sepi. Ada juga lansia yang didapati pingsan karena terlalu lama berdiri saat mengantre. Ke toilet tidak hanya melelahkan, tetapi juga membutuhkan kesabaran.

Ketidaknyamanan ke toilet juga terasa karena kondisi tenda yang berbukit. Sangat tidak nyaman bagi lansia. Terlebih bagi mereka yang harus didorong dengan kursi roda.

Toilet tidak bisa langsung diakses bagi jemaah yang didorong kursi roda. Mereka harus dipapah saat melewati tangga.

Tapi terlepas dari itu, ketidaknyamanan ketika mabit di Mina tetap harus dihadapi dengan sabar. Anggap itu bagian dari ibadah.

Penulis / Editor : Andri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *