Tidak sedikit jemaah haji yang tersesat saat melaksanakan wukuf di Arafah. Dipengaruhi faktor usia, juga karena bentuk tenda yang serupa.
Wukuf di Arafah merupakan salah satu rukun haji. Hukumnya wajib. Tidak mengerjakan wukuf di Arafah berarti tidak mengerjakan haji, menentukan sah tidaknya ibadah haji seseorang.
Pada musim haji 1444 H atau tahun 2023 ini, wukuf di Arafah jatuh pada 27 Juni.
Di Arafah, para jemaah haji, termasuk jemaah asal Indonesia ditempatkan di tenda-tenda yang terhampar di padang luas mulai dari Jabal Rahmah hingga Masjid Namira.
Mengutip laman Kemenag RI, Jemaah haji Indonesia dibagi dalam 70 maktab atau markaz.
Maktab atau markaz adalah kantor yang diberi kewenangan Pemerintah Arab Saudi untuk mengurus layanan jemaah haji, termasuk asal Indonesia. Setiap maktab melayani sekitar 3000 jemaah.
Kemenag RI mengklaim, tenda-tenda untuk jemaah tahun 2023 ini lebih baik dari pelaksanaan haji tahun sebelumnya.
Tenda-tenda bagi jemaah memiliki luas beragam. Mulai 250 m2, hingga yang terbesar 600 m2. Satu tenda biasanya dihuni oleh satu kloter.
Setiap tenda dilengkapi kasur dan bantal yang disusun di atas pasir dialasi karpet.
Juga pendingin ruangan yang melindungi jemaah dari suhu udara yang mencapai 45 derajat celcius pada siang hari.
Ada pula saklar listrik untuk jemaah mengisi daya telepon selular.
Di setiap maktab dilengkapi 50 toilet juga berfungsi untuk kamar mandi. Juga keran air untuk berwudhu. Ramainya jemaah haji tahun ini (Pemerintah Arab Saudi menyebut sebanyak 2,5 juta) mengakibatkan antrean di toilet tidak terhindarkan. Kendati demikian, antrean terbilang lancar. Tidak terjadi antrean panjang.
Keberadaan tenda itu cukup nyaman bagi jemaah melakukan ibadah: melaksanakan shalat, membaca Alquran, atau berzikir.
Terlepas dari itu, tidak sedikit para jemaah yang tersesat bahkan jauh dari tenda di mana ia ditempatkan. Papan menerangkan nomor maktab tidak mengelakkan hal itu.
Salah satu penyebabnya adalah bentuk tenda yang nyaris sama. Dari ukuran, bentuk, dan warna. Semua berwarna putih. Juga kondisi jalan akses menuju tenda.
Selain itu, jemaah yang tersesat umumnya mereka yang tergolong lanjut usia. Mereka ke toilet tanpa ada pendampingan.
Dalam sehari di Arafah, dua kali saya menemukan lansia tersesat. Kesulitan menemukan tenda tempat mereka ditempatkan adalah hilangnya kartu tanda pengenal dan juga kartu nomor maktab.
Satu-satunya jalan mengembalikan mereka ke rombongan mereka adalah dengan menyerahkannya ke petugas haji.
Petugas haji memiliki akses berhubungan dengan pengurus maktab. Biasanya, mereka yang ditemukan tersesat akan dijemput petugas haji di masing-masing maktab dan dikembalikan ke tenda mereka.
Oh ya, selain tanda pengenal, kartu maktab yang dibekali kepada masing-masing jemaah juga berfungsi untuk mengantre makan. Untuk beberapa tenda difasilitasi tempat makan. Sehari tiga kali: sarapan, makan siang, dan makan makan malam.
Di sini juga jemaah harus mengantre. Yang jadi tantangan adalah saat mengantre pada siang hari. Panas matahari dan udara panas terasa sangat menyengat.