Life Style

Ahua, 40 Tahun Menjajakan Es Krim, Pengobat Rindu Masa Kecil

Es Krim Tradisional

Life Style
Ahua membunyikan lonceng, sebagai penanda ke orang-orang akan kehadirannya.

Bermodal gerobak dan lonceng, Ahua menjajakan es krim yang ia buat secara tradisional di kawasan Kota Lama Tanjungpinang. Pekerjaan yang ia geluti sejak 40 tahun lalu.

Di usia 70 tahun, Ahua terlihat bugar. Tubuh rampingnya lincah menggiring gerobak, menyusuri jalan di kawasan Kota Lama Tanjungpinang.

Jalan Merdeka di kawasan Kota Lama tempat Ahua melintas pada Kamis (16/2/2023) siang cukup sesak kendaraan melintas.

Gerobak yang tentunya khas, dengan payung membentang persis menutupi tubuh Ahua, melindunginya dari panas dan hujan.

Sesekali, pada interval tertentu, ia mengayunkan lonceng berbahan kuningan. Suaranya nyaring, menarik perhatian di antara suara klakson atau celoteh warga di kedai kopi atau tengah bernegosiasi harga.

Suara yang mungkin sangat dikenali oleh orang-orang sekitar jalan itu.

“Sengaja saya tetap pakai ini (lonceng). Orang-orang sudah tau. Kalau suara ini saya lewat,” pungkasnya.

Terbukti dengan adanya beberapa orang – sepertinya karyawan toko atau perkantoran – bergegas keluar, menghentikan langkah Ahua, dan membeli sejumlah es krim.

Tak banyak jenis yang dijajakan Ahua. Hanya satu jenis. Hari itu es krim yang dijual rasa jagung. Rasa dia sebut tergantung musim.

“Kalau lagi musim durian, saya jual rasa durian. Kadang mangga. Rasa macam-macamlah,” katanya.

Yang membuat beda adalah wadah: menggunakan gelas plastik atau roti tawar. Wadah ini menentukan harga.

Menggunakan wadah gelas plastik dijual Rp8 ribu, tapi kalau roti tawar harganya Rp7 ribu.

Dan hari itu saya memilih roti tawar. Ini mengingatkan saya pada masa kecil dulu.

 

Sejak Umur 30 Tahun

Ahua ternyata sudah sangat familiar bagi warga di kawasan Kota Lama Tanjungpinang. Bagaimana tidak, dia melakoni pekerjaan itu sejak ia berusia 30 tahun.

“Saya jualan sudah 40 tahun lebih,” celetuknya.

Saban hari ia menjajakan es krim mulai jam sebelas siang, setelah selesai membuatnya sejak pagi.

Es krim yang dijual tidak penuh, tetapi separo wadah terbuat dari sejenis seng tebal setinggi sekitar 80 cm yang ditanamkan di dalam gerobak.

Ini disebut Ahua untuk menjaga kualitas. Es krim yang diwadahi penuh dia sebut akan mengeras, menyerupai es batu.

“Kalau separo teksturnya tetap lembut,” ucapnya.

Dari jam sebelas siang, Ahua biasanya pulang ke rumah mendekati magrib.

Jika terjual habis, Ahua mendatapat keuntungan bersih rata-rata Rp200 ribu.

“Lumayan!” serunya.

Dari es krim itu Ahua bisa menyekolahkan anaknya.

“Dua anak saya sudah selesai sekolah. Tidak kuliah. Mereka sudah kawin. Saya sudah punya cucu,” tutup Ahua.

Penulis / Editor : Andri

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close